Pages

Senin, 16 Februari 2015

Tulisan untuk Bunga

Sengkang, 12-02-2015

Hey!
Selamat bertemu kembali, lelaki masa lalu yang pernah hadir dikehidupanku namun pergi dalam waktu yang cukup lama. Kini kau dating kembali dengan sejuta harapan dan janji untuk bersama dikemudian hari. Untuk mencapai keyakinan yang maksimal, bukanlah hal mudah. Karena kini kita berada di atmosfer yang berbeda, sungguh jauh berbeda!

Apakah delapan tahunmu kamu lalui dengan banyak pengalaman dan pelajaran hidup? Apakah kamu berbahagia dengan semua yang telah kamu lalui? Apakah hidupmu berwarna? Apakah kamu merasa berarti? Sejuta Tanya yang tak bisa aku ungkap kepadamu. Hanya ada satu pertanyaan yang ku harap bisa sampai kepadamu, yaitu “mampukah kamu melupakanku?” hanya itu!

Sudah delapan tahun lamanya, kita hanya bersua via media sosial, cukupkah bagimu semua itu?
Hari ini, aku kembali ke kota ini, dimana kita pernah bersama menjalin kasih. Tepatnya kisah kasih di sekolah, begitu sepenggal kalimat dalam lagu om Chrisye. Aku pernah menyimpan sebuah kenangan darimu, satu-satunya yang ku miliki tentangmu. Aku menemukannya di laci, laci kamarku. Aku tidak pernah sama sekali berfikir untuk menjalin hubungan kembali denganmu, karena bagiku itu adalah “tak mungkin”. Tapi apa daya kita ketika tuhan berkata lain?

Aku bersyukur atas setiap apa yang telah aku lalui, aku ingat dengan jelas perasaan itu! Perasaan saat kau pergi meninggalkanku, tanpa mengucap selamat tinggal. Aku kembali mengingat rasanya, jelas! Karena di kamar ini, aku meneteskan air mata sejak kepergianmu dulu.

Kamu kembali, apakah untuk pergi lagi? 

Hey, aku ingat juga bagaimana rasanya melihat facebookmu bersama perempuan lain saat itu. Aku ingat! Aku pernah berusaha tegar untuk semua itu! Tapi itu semua bagian dari pahitnya hidup. Aku menghargai kebersamaan kita yang mungkin sangat singkat. Sekitar sebulan-lah kita bersama saat itu, hanya ingin mengucap maaf! Aku merasa bersalah atas semuanya!

Lelaki masa laluku, aku ingin kita bukan hanya berada di masa lalu. Semoga tuhan menakdirkan yang lain untuk kita. Agar cerita hidup kita menjadi kompleks dan berakhir di muara yang sama. Aku menantimu di muara itu sambil mengiringi mu dengan doa! Selalu lah menjadi lelaki hebat!

NB:
Ini adalah kisah nyata yang saya tuangkan dalam tulisan, semoga yang bersangkutan membacanya. Sebut saja dia Bunga, ini adalah kisahmu! Semoga menjadi hadiah berharga untukmu!

Rabu, 10 September 2014

Sebelum Sarjana

Halo!
Ini sepucuk tulisan sebelum menyelesaikan studi sebagai mahasiswa di kampus peradaban ini.

Setiap tahapan telah terlewati, mulai masa perkuliahan hingga berada di tahap ini. Flashback ke masa dimana "hitam-putih" masih berkibar ditubuh mahasiswa baru khususnya kami angkatan '10 salah satu universitas negeri di Makassar. yeah.. 

Sempat mengingat masa dulu, merasa salah jurusan dan sebagainya. Namun, setiap detik merasa begitu berarti bersama kalian 'teman-teman' seperjuanganku. Lama kelamaan rasa 'salah jurusan' itu kian memudar, dan kini perjuangan sudah hampir mencapai titik akhir. Nah, kebersamaan pun kian terasa begitu berarti.

Mulai proposal, penelitian, seminar hasil, dan ujian meja.
Sesaat kemudian termenung dan merasa kalau masih ingin bersama 'kalian', namun life must go on! Sebentar lagi akan menyambut dunia nyata, dimana kita berjalan masing-masing.

Untuk temanku sekalian! Sepenggal lagu untuk kalian:
"Kamu sangat berarti, istimewa dihati, s'lamanya rasa ini. Jika tua nanti kita t'lah hidup masing-masing, Ingatlah hari ini!"
(Project Pop-Ingatlah Hari Ini)

Thanks for you all my best friend, ak3 ak4. I never forget our sweet memory!

Salam, Rykaa.

Cerita : Waktu Itu!



Pernah merasakan Jatuh Cinta?

Iyalah, pernah.. Cerita ini tentang Jatuh Cinta yang membuatku menjadi perempuan pemberani. Haha!

Kisah kali ini tentang jatuh cinta pada sesosok pria yang mungkin biasa-biasa saja menurut mereka, tapi sungguh luar biasa karena dia bisa membuatku terpontang panting, jatuh-bangun, dan bergulat antara rasa dan logika-ku. Dia sosok yang dulunya cool, simple, friendly, yah karena jarang berjumpa akhirnya cukup sampai disitu batas pandangku tentang dia.

Singkat cerita...

Jauh dari keramaian tepatnya disudut kamar klasik-ku ini, ku paksa otakku berpikir keras tentang apa yang harus ku lakukan? Dia, pria yang menurutku aneh dan menjengkelkan berhasil mengotak-atik perasaanku selama berbulan-bulan. Jangankan untuk menelfonnya, mengetik pesan saja muncul seribu bahkan berjuta keraguan. Dipikiranku hanya takutnya nanti malah diacuhkan, ya kedengarannya cukup ngarep yah? Tapi memang iya, sih!


Tepatnya malam minggu, ku ambil handphone dan mencoba untuk menelfonnya. Yah perdebatan hebat lagi antara logika dan rasa-ku. Telfon atau tidak? Pasti atau tidak? Takut atau tidak? Yang jelas butuh waktu lama untuk menekan tombol hijau. Pria menjengkelkan yang berada diseberang sana, memang cukup cuek untuk urusan hati (setahuku), makanya berat untuk menekan tombol hijau. Niatan awal memang untuk cerita lepas, tapi tak lepas dari itu terbesit untuk mengetahui apa isi hatinya. Cukup penasaran, akhirnya terdengar bunyi “tuuutt...tuuuttt..ttuuutt”. Refleks, ternyata tombol hijau tertekan juga. Namun, sayang! Harus menunggu selama sejam, berhubung beliau ada kelas, jadi mesti sabar.

Sejam berlalu...

Pesan singkat di blackberry kesayanganku menyatakan bahwa “kelas sudah usai”, berarti saatnya menekan tombol hijau lagi. Berbulan-bulan menunggu moment yang tepat untuk berbicara dengan dia akhirnya datang juga. Percakapan berlangsung bebas, tidak pernah ada perbincangan sebebas dan se-plong itu sebelumnya. Pembicaraan tentang skripsi, setelah skripsi, dan lain-lain hingga masuk pada inti-nya pun mulai terasa. Yah, sebenarnya beberapa hari sebelumnya via blackberry messanger sudah ada ultimatum penolakan atas perasaan itu, sih! Tapi selama belum keluar dari mulut beliau, itu artinya belum sah alias gak afdol!


Ku beranikan diri untuk memulai, dan mengutarakan perasaan itu. Kaget, takut, malu, degdegserr, semua bercampur aduk! Malam yang kelam. “Ya pada dasarnya emang penolakan, karena sebelumnya sudah ada ultimatum kan? Ini hanya meminta kepastian!”, sok tegar hatiku berbicara seperti itu. Ya, beberapa alasan yang bisa menjadikan landasan penolakan malam itu. It’s my first time, menyatakan perasaan lebih dulu ke pria yang aku titipkan perasaan. Ini semua karena kutipan, “kalau cinta jangan diam!”. Akhirnya, semua menjadi jelas. Dan saatnya kembali ke dunia nyata, dimana aku harus melalui hari-hariku dengan merasakan ”cinta dalam diam”.

Sambungan telepon seluler terputus tepat sejam pembicaraan berlangsung, akhirnya menjadi bom waktu yang meledak dengan sendirinya. Rasanya plong! Bebas, tanpa beban pikiran lagi. Mari melanjutkan mimpi dan big plan lainnya yang menjadi list setelah hal itu.

Berani mencoba, jujur, dan apa adanya. Sudah ku lakukan dengan baik. Saatnya berlapang dada, dan berusahaa menerima setiap kondisi yang ada. Karena hidup tidak selamanya berbahagia! Terima kasih untuk Pemeran Utama, mimpiku masih akan terus berlanjut.

Cerita ini tidak jelas rekayasa atau fakta! Hanya penulis, pemeran utama, dan Tuhan yang tahu!

Thank’s for reading, gaeesss!

Rabu, 03 September 2014

Latepost!

Bismillah...
Tulisan ini mewakili sebagian rasa yang mungkin beberapa waktu kedepan akan aku lupakan.
Aku pernah berharap dan begitu percaya dan yakin dengan seorang lelaki yang melumpuhkan hatiku dalam waktu cepat.
Efeknya sangat menyakitkan hingga untuk bangkit pun aku sulit!
Namun, dalam setiap luka, Tuhan selalu punya penawarnya.
Diacuhkan, diabaikan, dan dicampakan!
Itulah yang mampu mewakili segalanya.
Terima kasih untukmu, yang pernah mengajarkan tentang HARAPAN PALSU!

Latepost, Samata, 6 July 2014

 
Ryka

Rabu, 11 Juni 2014

Catatan: "Lewat Tengah Malam"



Samata, 05 Juni 2014.
Pukul 03.42 WITA

Dalam kamar yang hening berkawan hembusan angin yang terputar dalam kipas angin itu, aku termenung tanpa tau penyebab pasti dari kesulitanku untuk tidur malam ini. Hingga tiba dini hari pun aku masih terus berpikir dan berpikir dengan mata yang tadinya ku pikir akan sayup ketika sebuah buku refrensi skripsiku ku baca. Namun, lihatlah! Mataku masih terang benderang...

Detik demi detik berlalu.. pikiran ku kian terarah pada seseorang yang sering menembus masuk ke pikiranku belakangan ini.
Ku kira aku memang tidak bisa menghilangkan sesosok pria yang telah merebut perhatianku beberapa hari ini. Belakangan aku berfikir kalau dia itu lebih dari yang lain. Yah, hanya Tuhan yang tahu apa makna dibalik semua kebaikan-kebaikannya. Kata mbak-ku, “namanya juga pedekate, pasti yang nampak yah baiknya semua!”. Ada benarnya juga! Tapi sejujurnya, kepekaanku terhadap hal-hal demikian sudah pudar setelah aku memfonis bahwa hatiku cedera serius karena luka yang teramat menyakitkan beberapa bulan silam.
Aku berusaha bangkit dari kesedihan yang telah lalu dan berharap hatiku yang cedera dan semakin liar, bisa dijinakkan lagi. Seiring berjalannya waktu tanpa aku sadari, aku telah lupa rasanya diperhatikan oleh sosok pria yang ku sayangi. Ya begitulah kehidupan yang kulalui, sedikit sulit namun harus terus berjalan. Hingga kejadian sosmed (social media) itu pun terjadi.
Perkenalan, keakraban, chemistry pun terjalin.
Pertemuan dan komunikasi yang intens pun membuat kedekatan diantara kami. Namun, sungguh aku dalam kebingungan yang teramat akut! Aku tidak bisa membedakan mana yang pure sebagai teman, mana yang pendekatan dan pengenalan lebih dalam tentang pribadi masing-masing. Seperti yang ku katakan sebelumnya, aku kurang peka dengan hal-hal berbau pedekate.
Aku memang terpesona dengan caranya memperlakukanku, dengan setiap perkataannya, dengan paras tentunya. Satu lagi nilai plus yang dia miliki, “dia shalat 5 waktu”. Ini membuatku semakin butuh akan dirinya! Setiap apa yang dia katakan, setiap nasehat yang diberikan mudah dicerna oleh akal pikiranku tanpa membantah sedikit pun (padahal aku susah diatur). Subhanallah! Amazing! Tapi itu semua belum memberikan kejelasan tentang perasaanku terhadapnya.
Dalam setiap doa yang kupanjatkan, aku memohon petunjuk-Nya terhadap apa yang aku rasakan. Mungkinkah ini cinta? Atau hanya sebatas kekaguman saja? Salah seorang kakak yang juga senior dikampus ketika berdiskusi mengenai cinta denganku dia mengatakan, “cinta itu egois, selalu ingin memiliki” menurutnya. Ada benarnya! Terbesit dibenakku untuk memilikinya. Namun, disisi lain aku pernah membaca kutipan mengenai “cinta dalam diam”. Haruskah aku berdiam tanpa berusaha? Ataukah aku harus menampakkan perasaanku dan mengakui semua didepannya? Ah, lupakan!
Beberapa hari berlalu, tiba-tiba ada perubahan sikap yang dia tunjukkan. Yah, intensitas komunikasi sedikit berkurang. Namun, tetap ku jaga dengan jalan lebih dulu mengirimi pesan singkat. Sedikit menjatuhkan harga diri sih, tapi tidak apa-apa. Terkadang ingin mundur untuk memastikan perasaan, namun dikuatkan lagi oleh sahabatku yang berkata, “menyerang adalah pertahanan terbaik”. Super sekali!
“Ini adalah sebuah kebodohan, mungkin. Karena aku menghabiskan waktu hanya untuk memikirkan dia yang belum tentu memikirkanku”. Ah, lagi-lagi rasionalitasku mengobrak-abrik ke-melow-an ku. Ini atau itu? Hanya membuatku pusing! Namun lari dari kenyataan adalah bukan style-ku. Pertempuran hati baru dimulai, mungkin saja keteguhan hatiku sedang diuji? Aku harus bertahan tanpa harus berharap. Hanya untuk memastikan sebenarnya apa yang aku rasakan dan apa motif dari semua yang dia lakukan terhadapku.

Ketika semuanya mulai mendapatkan titik terang, cerita ini akang berlanjut. To be continue...

Selasa, 22 April 2014

Coffee



Cinta itu seperti secangkir kopi, banyak jenis dan ragamnya. Kopi punya banyak variasi, seperti cappucino dengan tambahan krim, susu, dan cokelat. Atau kopi latte dan macchiato yang punya takaran susu berbeda. Ada juga jenis melya yang manis dengan penambahan coklat bubuk dan madu. Bahkan, dengan tambahan sesendok gula sekalipun, rasa kopi akan berbeda.

Begitu juga dengan cinta, ada orang yang mencintai karena parasnya, senyumnya, keluarganya, hartanya, bahkan karena kebiasaan unik si kekasih. Tak bisa dipungkiri, banyak orang mencintai kekasih mereka karena ada alasan tertentu sekecil apa pun itu, layaknya kopi dicampur bahan lain. Tidak ada yang salah, bahkan mungkin tambahan ingredients itu membuatnya jadi lebih nikmat. Bergantung pada selera masing-masing.

Beberapa orang menyukai kopi hitam. Tanpa campuran apa pun, kopi saja. Sama seperti ‘cinta saja’ tanpa alasan. Bagi beberapa orang, rasanya nggak enak, pahit. Namun, pecinta kopi hitam tak berkata demikian.

Black coffee memiliki keistimewaan tersendiri dari wangi murni kopi, juga rasa pahitnya. Sama seperti ‘cinta saja’, ada sensasi debar jantung tanpa alasan yang sering kali membuat orang jadi tidak logis, buta, gila. Pahit. Orang yang memiliki rasa ‘cinta saja’ akan mengecap rasa pahit.

Cinta orang tua kepada anaknya, termasuk salah satu contoh secangkir black coffee. Cinta saja yang tulus. Meski mereka harus kerja keras demi kebahagiaan si anak, rela bangun tengah malam hanya karena bayi pipis, atau seorang ayah yang harus lembur berhari-hari demi bisa membeli sekotak susu. Tapi mereka tulus dan enjoy. Karena rasa pahit masih tetap bisa dinikmati. 

Jangan lupa, kopi dan cinta adalah candu!

Minggu, 16 Juni 2013

Adalah hal yang sangat sulit memulai sebuah pembahasan, akan tetapi bukan pula menjali kendala untuk tidak memulai pembahasan, yang menjadi pertanyaan adalah apa yang mesti harus dibahas ? Membahas sesuatu, harusnya adalah pembahasan yang menarik serta aktual, tolak ukurnya bukanlah pembahasan yang marak diperbincangkan akan tetapi sesuatu yang baru yang berpangkal pada kenyataan yang bakal terjadi ataukah kenyataan yang  terjadi dari efek sebuah kenyataan. Apakah saya bisa membahas sesuaatu yang menarik yang juga akan membuat orang tertarik? Tapi apa salahnya kumencoba membahas? Yang nilai diriku bukan siapa-siapa?

Dari penyataan di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa apa yang coba dipaparkan itu berangkat dari sebuah keraguan, kemudian bergeser kepada pertanyaan, dari situ akan muncul sebuah jawaban yang akan menjadi dasar dari apa yang harus dibahas. Apakah anda termasuk orang yang selalu bertanya pada saat memulai sesuatu ataukah anda justru melakukan sesuatu begitu saja tanpa sadar dari maksud dan tujuan dari apa yang anda lakukan?

Bertanya kepada diri sendiri bukanlah sesuatu yang dianggap gila, akan tetapi kebanyakan orang menganggapnya sebagai sesuatu yang gila. Bertanya kepada diri sendiri justru adalah upaya untuk mengenal diri lebih jauh, hal ini bukan berarti anda tidak mengenal diri anda, akan tetapi apakah anda juga mengenal diri anda lebih baik? Siapakah yang mampu menjaminya? Apakah anda ataukah orang lain? Ataukah justru tidak ada yang bisa melakukan penilaian teradap diri anda, baik orang lain maupun anda? Semuanya masih butuh proses pembuktian, karena dari pembuktian itu akan muncul keyakinan.

 

NB:
"selamat bertanya kepada diri anda! Kenalilah diri anda melalui berdialog dengan diri anda! Temukanlah jawaban bahwa memang andalah yang layak secara pantas mengenal diri anda! Bukan yang lain."